Ndilalah, Dua Natal Berbeda Makna

Dok* Istimewa
Setiap tanggal 25 Desember perhatian publik kristiani tercurah menyongsong hari natal. Beberapa daerah di Indonesia merayakannya penuh suka cita. Ada gaya Jawa, model Ambon, Batak, dan lain-lain. Meriah dan penuh makna!

Andaikata ada salah satu umat terlepas dari kemeriahan natal itu, tentu memiliki kesan sendiri. Ndilalah….kawan saya Errol Jonathans mengalami dua kali peristiwa tidak dapat merayakan misa natal di gereja.

Saudara Errol Jonathans, sekarang CEO Radio Surabaya, merupakan sahabat lama saya, setidaknya hingga tulisan ini tersusun. Dia punya cerita dan makna menarik tentang Hari Natal.

Pada akhir tahun 1982, tepatnya tanggal 24 Desember menjelang libur Hari Natal, Errol dihubungi Ivans Harsono, Kepala Perwakilan Harian Pos Kota Jawa Timur. Ivans Harsono dan Errol mendapat mandat mendampingi rombongan dari Jakarta, antara lain Harmoko (Pemimpin Redaksi Harian Pos Kota), Zulharmans (Ketua PWI Jaya) Sofyan Lubis (Redaktur Pelaksana Pos Kota), dan masih ada lagi beberapa nama. Rombongan bertolak dari Jakarta menuju Jawa Timur dalam rangka ziarah “Wali Songo”.

Orang-orang Pos Kota memang rajin ziarah “Wali Songo”. Suatu saat berangkatnya berawal dari Jakarta menuju Surabaya, dan sebaliknya tidak jarang pula memulai perjalanan dari Jawa Timur dan berakhir di Jawa Barat. Manajemen Pos Kota juga rutin memberangkatkan karyawan redaksi dan non redaksi melaksanakan ibadah haji atau ibadah umroh.

Pengalaman Errol menemani para peziarah “Wali Songo” merupakan hal baru. Pertama, dia satu-satunya warga non muslim. Kedua, rombongan sengaja mengambil rute perjalanan pada malam hari. Ivans Harsono (kini sudah almarhum) bersama Errol Jonathans tiba di komplek makam Sunan Drajat tengah malam.

Rombongan, termasuk Errol masuk satu persatu ke dalam lokasi makam Sunan Drajat. Mereka mengambil posisi setelah melewati sap tangga yang bersusun tujuh dari tataran komplek Makam Sunan Drajat. Masing-masing sudah bersiap hendak memanjatkan doa, ndilalah Harmoko sang pimpinan rombongan berbisik kepada Errol:

“Dik, tustel (baca: kamera) saya tertinggal di mobil. Tolong diambil ya!”

Bergegaslah Errol menuju tempat parkir mobil berjalan seorang diri. Selagi turun tangga sempat melihat di kanan dan kirinya puluhan pemakaman kerabat Sunan Drajat. Tiba-tiba terdengar suara kentongan berbunyi 12 kali. Antara sengaja dan tidak Errol melirik arlojinya, waktu telah menunjukkan pukul 12 malam.

“Aku merinding. Baru nyadar ternyata tanggal 25 Desember 1982, berarti sudah malam natal” kenang Errol.

Memasuki tahun 1983 ada sederet perstiwa, menurut Errol punya makna penting. Pada HUT PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) 9 Februari 1983 Errol Jonathans menyabet juara pertama Karya Tulis Jurnalistik PWI Cabang Jawa Timur, sekaligus meraih trophy Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Timur. Selain bidang tulis, Errol juga memenangi juara kedua lomba karya foto. Periode berikutnya HUT PWI berganti menjadi HPN (Hari Pers Nasional), sedangkan nama trophy karya jurnalistik diabadikan menjadi “Piala Prapanca.”

Dewan juri Prof. Dr. Marsetio Donoseputro, Tuti Adhitama MA dan Drs. Utik Ruktiningsih menyebut karya Errol berjudul “ Mengapa Pelaku Kejahatan Paling Banyak Dilakukan Remaja” – dimuat secara serial Harian Pos Kota edisi 11 dan 12 November 1982- punya pengaruh besar. Sesuai dengan problem sosial yang berkembang pada masa itu.

Berkah juga dirasakan rombongan “Wali Songo” lainnya. Tanggal 19 Maret 1983 Harmoko dilantik Presiden Soeharto sebagai Menteri Penerangan. Menyusul kemudian, Zulharmans terpilih menjadi Ketua PWI Pusat merangkap Ketua SPS (Serikat Penerbit Suratkabar) dan Sofyan Lubis naik menjadi Pemimpin Redaksi Harian Pos Kota serta Ketua PWI Jaya. Di kemudian hari posisi Zulharmans sebagai Ketua PWI Pusat digantikan oleh Sofyan Lubis.

Cinta Jurnalistik
Gerhana Matahari Total 11 Juni 1983 Errol Jonathans bersama Soetojo Soekomihardjo (wafat 25 November 2010) mendirikan radio, namanya Suara Surabaya yang akrab disebut radio SS. Karir jurnalistik hanya berpindah tempat saja, sebab radio SS berbasis berita. Selama ini masyarakat hanya kenal RRI (Radio Republik Indonesia) satu-satunya radio yang boleh menyiarkan berita. SS meruparakan radio swasta pertama penyebar informasi.

Karir Errol kian menanjak seiring sukses radio SS. Fenomena radio berita, dengan segala solusinya mulai mendapat tempat di telinga masyarakat. Mula-mula memang terasa asing, atau katakanlah kalau ada radio berberita cuma sebatas menyampaikan informasi satu arah.

Mengusung tagline “News, Interaktif, Solutif” radio ini menampung informasi dan sekaligus mencarikan solusinya. Bahkan, segala macam informasi disampaikan langsung oleh masyarakat. Radio-radio sejenis, di kota lain misalnya, sekadar memberikan informasi tentang banjir. Tetapi belum ada siaran yang mencarikan jalan keluar, lewat jalan mana jika sebuah wilayah mengalami banjir. Radio SS beda. Masyarakat malah berebut berbagi info lewat ruangan penampung info yang bernama “gatekeeper”

Radio SS berkembang menjadi sebuah industri media. Jalan Wonokitri Besar Surabaya, tempat radio ini bersiaran akrab disebut “Kampoeng Media”. Diversifikasi anak usahanya makin banyak, sehingga brand radio ini pun menjadi Suara Surabaya Media. Diam-diam masyarakat punya kebanggan baru jika dalam pembicaraan sehari-hari bisa bercerita, “Saya dengar dari radio SS..” atau “Ada mobil hilang dicuri sudah ditemukan, lantaran disiarkan SS…”

Seiring prestasinya bukan berarti SS Media tidak punya problem. Beberapa karyawan mulai resign, alias berhenti. Ada yang dipinang pemilik radio lain untuk membuat radio serupa. Ada juga direkrut perusahaan lain dengan alasan, jebolan SS pastilah hebat.

11 Juni 2015 radio SS sudah berkiprah 32 tahun. InsyaAllah pada tahun 2016 usianya memasuki tahun ke 33. Di sisi lain, Nielsen Advertising Information Service merilis data, hampir semua media (cetak dan elektronik) pertumbuhan belanja iklan melemah, jika enggan disebut turun. Belanja iklan dikuasai TV, berikutnya suratkabar, majalah dan tabloid. “Belanja iklan di radio nyaris tidak muncul dalam pantauan riset” tulisnya. Iklan dan belanja di situs-situs online termasuk menggerogoti pemasukan.

Ndilalah, menjelang Hari Natal 2015 Errol Jonathans masuk rumah sakit. “Sejak Minggu saya diobservasi di High Care Stroke Unit. Ada tendensi stroke & jantung koroner. Masih nunggu hasil” tulis Errol melalui broadcast messenger, baik BBM atau WA. Pesan ini cepat menyebar secara berantai…

Masih pagi, sekitar pukul 08.00 WIB, hari Jumat (25 Desember 2015) saya membezuk Errol Jonathans di kamar 203 RS Premier Surabaya. Sejenak kami bertatap muka, lalu…..saling berpelukan erat. Dia menyapa istri saya seraya menyilakan duduk . Ada jeda waktu beberapa detik kami saling pandang. Saya melihat tangannya memegang gelas, separo berisi air putih…. Ya, dokter hanya membolehkan Errol minum air putih atau air teh.

Saya memulai bicara. Tetapi tidak mungkin saya melarang supaya tidak berpikir macam-macam, sementara sebagai CEO pekerjaannya tentu ya mikir. Saya tidak mungkin melarang dia bekerja keras, lha wong dia ini setidaknya dua kali dalam sebulan bicara di berbagai seminar. Saya tidak berminat menanyakan ihwal penyakit itu, meskipun pada akhirnya cerita itu toh muncul juga.

[caption caption="Errol Jonathans, di hadapan para frater Seminari Tinggi St. Petrus Ritapiret, Maumere, Flores, NTT, Sabtu (3/10/2015)"][/caption]Suara khasnya muncul tatkala bicara perkembangan radio SS dengan segala macam konvergensi teknologi kekinian. Dia bicara tahun 2016 mendatang. Mulai tentang MEA-Masyarakat Ekonomi Asean. Lalu perhatiannya terhadap lulusan Sekolah Menengah Kejuruan Broadcasting, dan tentang keinginannya memberikan penghargaan kepada orang-orang yang menaruh jasa besar terhadap keradioan. Tanpa terasa, dua jam kami ngobrol.

“Sejak radio ditemukan pada tahun 1896 umurnya saat ini sudah 120 tahun. Di lain pihak radio SS usianya mencapai 33 tahun” katanya bersemangat.

Sampai disini obrolan kami terputus, sebab ada suster dan dokter rumahsakit hendak memeriksa Errol. Saya pun pamit. Sebelum meninggalkan ruangan saya menatap wajah Errol Jonathans. Dia tersenyum, seolah-olah mengerti perasaan saya. Semoga bisa lekas beraktivitas. Anda tentu lebih tahu karena berada di pusaran cerita “Ndilalah, Dua Natal Berbeda Makna”

About Anonim

Tim penyusun arrangement website, konten isi dipetik dari kompasiana berdasarkan izin penulis dan narator Bapak Arifin BeHa.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments :